UBUD, fokusbali.com – Rendahnya tingkat literasi Indonesia telah menjadi perhatian banyak pihak, khususnya di Bali. Dari lembaga pemerintah, swasta hingga komunitas telah banyak membuat gerakan-gerakan untuk meningkatkan literasi.
Adya, sebagai usaha sosial untuk meningkatkan psychological well-being melalui literasi berfokus pada pemanfaatan buku bergambar. Adya sendiri mengkhususkan diri memanfaatkan buku bergambar kontekstual, buku-buku yang diciptakan oleh anak dan pemuda dari tempat latar cerita dibuat.
Dalam pemanfaatannya, buku bergambar kontekstual diperkenalkan kepada anak-anak untuk menginspirasi anak. Mereka dapat memilih buku yang menurut mereka paling menginspirasi. Pilihan mereka dicatat untuk nantinya digunakan dalam proses membagi buku gratis.
Selanjutnya, anak-anak diajak untuk berkarya sesuai dengan minatnya masing-masing. Mereka dapat memilih berkarya melalui tulisan, gambar maupun seni drama. Anak-anak juga diwajibkan menampilkan hasil karya mereka untuk meningkatkan rasa percaya diri anak.
Pada akhir kegiatan, anak-anak akan diberikan buku bergambar kontekstual terbitan Adya Foundation yang dianggap paling menginspirasi oleh anak. Seluruh kegiatan ini diberi nama Satu Anak, Satu Buku (Sanak Saku).
Zeni Natalya, Founder Adya menyampaikan bahwa Satu Anak, Satu Buku (Sanak Saku) menjadi salah satu program yang digagas Adya Foundation selain Anak Desa Berkarya dan Berdaya (ADYA).
“Kedua program tersebut mengusung semangat belajar, berkarya dan bertumbuh bersama dalam literasi melalui buku bergambar kontekstual. Intinya kedua program memberikan wadah kreativitas anak-anak sehingga mereka mampu berkarya,” katanya.
Ia percaya bahwa setiap anak memiliki bakat alami mereka masing-masing. Lalu, bercerita entah melalui gambar, kata-kata maupun gerak tubuh adalah salah cara mereka menunjukkan bakat serta bertumbuh optimal mencapai potensi terbaik mereka.
Untuk dapat melakukannya, mereka memerlukan asupan informasi yang dapat menginspirasi dan menghidupkan harapan mereka mengembangkan bakat. Itu mengapa Adya juga memberikan buku-buku gratis hasil karya dari anak-anak yang melalui proses belajar untuk menciptakan buku.
“Harapannya buku tersebut dapat menginspirasi anak-anak berkarya. Contohnya adalah Petualangan Mencari Cemcem. Buku tersebut ditulis oleh anak berusia 18 tahun dan diilustrasikan oleh pemuda yang belum berusia 20 tahun,” paparnya.
Buku tersebut merupakan buku pertama karya mereka, namun telah ditetapkan sebagai buku nonteks yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan sebagai buku pengayaan dalam proses pembelajaran pada jenjang pembaca awal (pendidikan anak usia dini atau pendidikan dasar) melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 029/H/P/2023 pada Agustus 2023.
Dengan memperkenalkan buku ini, anak-anak menjadi tahu bahwa jika mereka memiliki minat, mereka juga dapat mengembangkan diri dan berkarya.
Karya tersebut dapat berdampak bagi anak-anak lainnya. Pada Sabtu, 20 Januari 2024 buku Petualangan Mencari Cemcem bersama tiga buku lainnya yakni Kisah Nasi Pangkon, Sepau Baru Vale dan Toleransi itu Indah dibagikan kepada 158 anak-anak di Desa Selat.
Pembagian buku ini dilakukan dengan mengimplementasikan kegiatan Satu Anak, Satu Buku di SDN 3 Duda dan Rumah Belajar Rotary.
Kegiatan yang berkolaborasi dengan Rotary Club Legian, Rotary Club Denpasar, Rotary Club Bali Taman, Young Generation Rotary dan Interact Bali Wiguna dan didanai oleh Rotary Club Tokyo Ebisu serta Rotary Club Ibaraki ini mendapatkan antusiasme yang tinggi dari anak-anak.
Anak-anak tidak sabar untuk membaca buku-buku Adya begitu mereka melihatnya. Saat kegiatan selesai, mereka mengungkapkan rasa bahagia karena memperoleh buku dan melakukan kegiatan seru bersama teman-teman.
Kegiatan seru yang mereka maksudkan adalah menulis cerita bagi anak yang suka menulis, membuat karakter tokoh bagi anak yang suka menggambar dan bermain drama bagi anak yang suka berbicara.
Yang tidak kalah menarik adalah fasilitator yang memfasilitasi kegiatan merupakan pemuda-pemudi yang masih mahasiswa. Dengan penuh semangat mereka memandu kelas, melatih anak-anak untuk menulis, menciptakan gambar tokoh dan membuat drama.
Pada akhir kelas, fasilitator juga memandu adik-adik untuk mempresentasikan hasil karya mereka. Anak-anak yang awal malu-malu, akhirnya berani tampil menunjukkan dan menjelaskan mengenai karya mereka.
Dengan kegiatan ini, anak-anak yang mengikuti kegiatan bukan hanya memperoleh akses buku, namun juga berkarya sesuai dengan minat masing-masing.
Karya ilustrasi berupa karakter tokoh mereka juga dapat didownload gratis untuk dijadikan media pembelajaran mewarnai bagi anak-anak berusia 6 tahun ke bawah.
“Dengan begitu, kegiatan Satu Anak, Satu Buku tidak anak mengajak pemuda untuk berkontribusi dalam pemberdayaan anak. Anak-anak yang merupakan peserta juga dapat berkontribusi menciptakan dampak bagi generasi yang lebih muda dari mereka,” pungkas Zeni.