MANGUPURA, fokusbali.com – Keputusan pemerintah mensahkan UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang salah satu poinnya berdampak terhadap bisnis Spa terus menuai kecaman.
Di Bali, pelaku usaha spa yang tergabung dalam komunitas Bali Spa Bersatu menunjukan reaksi keras menolak ditetapkannya pajak Spa paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen, dan mempertanyakan dimasukannya Spa ke kategori hiburan.
I Gusti Ketut Jayeng Saputra, Ketua Inisiator Bali Bersatu menyampaikan, usaha Spa tidak seharusnya dimasukan ke kategori hiburan dan harusnya masuk dalam kategori usaha Jasa Kesehatan dan Kebugaran.
Dilanjutkannya, Pasal 58 (2) UU Nomor 1 Tahun 2022 menetapkan pajak 40 – 75 persen yang tentunya akan berdampak pada keberlangsungan industri Spa dan pariwisata secara keseluruhan karena Spa di Bali sudah menjadi ikon pariwisata kesehatan di Bali.
“Apalagi pada 2009 Bali sempat meraih prestasi destinasi spa terbaik dunia dan ini perlu dijaga jangan malah dimasukan ke sektor hiburan,” terangnya dalam konferensi pers di hotel The 101 Bali Fontana, Jumat (12/1/2024).
Sementara Debra Maria, General Manager Taman Air Spa, mengaku shock dengan adanya regulasi ini apalagi tidak diawali dengan sosialisasi.
Debra mengkritik keputusan pemerintah yang menaikan pajak usaha Spa disaat pariwisata Bali baru bangkit kembali akibat pandemi yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar pada usaha spa.
“Kok tega pemerintah. Kita baru bangkit dari pandemi dimana saat itu kita tutup dan mengalami kerugian besar,” ungkapnya.
Debra menjelaskan, sebelum regulasi pajak ini diterapkan, sebenarnya dunia spa di Bali sudah mengalami beberapa masala salah satunya krisi therapist. Sehingga jelas kenaikan pajak ini semakin memperburuk situasi dan salah satu kemungkinan terburuknya adalah tidak akan ada lagi bisnis spa di Bali.
“Kalau ini diterapkan spa kita akan tutup. Kedepan therapis kita hanya akan ditemukan di luar negeri atau bahkan Balinese spa dengan ciri khas boreh mungkin malah akan ditemukan di luar negeri,” katanya.
Senada dengan Debra, pengusaha Spa dari Ubud Wellness I Ketut Sudata Yasa menolak keras kenaikan pajak ini dan meminta pemerintah membatalkan regulasi tersebut.
“Kami meminta agar pemerintah mengeluarkan Spa dari kategori hiburan. Karena Spa ini masuk kategori kesehatan, bukan hiburan” tandasnya.
Sementara itu, Kuasa hukum komunitas gerakan Bali Spa Bersatu Mohammad Ahmadi dan Mohammad Hidayat menyampaikan, pihaknya telah melakukan langkah hukum dengan mengajukan Permohonan Pengujian Materi (Judicial Review) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ahmadi menyebut, pengesahan UU Nomor 1 Tahun 2022 pada dasarnya sama sekali tidak memperhatikan definisi sebenar-benarnya tentang aktifitas usaha spa, sehingga terkesan memasukkan begitu saja usaha spa ke dalam golongan usaha hiburan.
Diakhir acara, para pelaku usaha Spa yang hadir menandatangani petisi pembatalan regulasi dan dihilangkannya definisi Spa dalam kategori hiburan.