UBUD, fokusbali.com – Revitalisasi dan perlindungan terhadap bahasa daerah akan menyasar generasi milenial terutama Generasi Alpha, yakni anak-anak yang lahir pada 2010 -2020.
Ini diungkapkan Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Drs. Imam Budi Utomo, M.Hum. saat bertemu awak media, Sabtu (18/3/2023) di Seres Hotel & Resort Ubud.
“Kami ingin merubah mindset atau pola pikir bahwa menggunakan Bahasa Daerah terkesan kampungan. Kami menyasar generasi Alpha atau anak-anak usia SD sampai SMP,” katanya.
Hal ini penting karena menurut Imam, kondisi bahasa daerah sedang tidak baik-baik saja. Saat ini, Indonesia memiliki 718 bahasa daerah dan menjadi negara ke-2 pemilik bahasa terbanyak di dunia setelah Papua Nugini dengan 800 bahasa.
“Di dunia, kondisi bahasa daerah mengalamai kemunduran dan mengkhawatirkan. Berdasarkan data UNESCO, dalam 30 tahun terakhir, ada 200 bahasa yang sudah punah. Alasan utamanya adalah globalisasi dan perpindaan penduduk,” paparnya.
Imam menjelaskan, terdapat empat ancaman utama terdegradasinya bahasa daerah di Indonesia, diantaranya sikap bahasa, perpindahan penduduk, kawin silang, dan globalisasi.
“Sikap bahasa adalah tantangan paling besar, mengubah stigma bahasa daerah kampungan. Caranya, anak-anak diajak belajar bahasa daerah dengan cara menyenangkan. Pembelajaran tradisional akan dijauhi anak-anak karena membosankan,” katanya.
Sementara Kepala Balai Bahasa Provinsi Bali Valentina Lovina Tanate, M.Hum. mengatakan, perlindungan bahasa daerah harus dilakukan sejak usia dini. Untuk itu revitalisasi bahasa daerah di Bali akan menyasar siswa siswi di sektor pendidikan.
“Kami saat ini melibatkan duta bahasa dalam membuat konten terkait bahasa daerah, yang menarik minat anak-anak belajar bahasa daerah,” ungkapnya, seraya menambahkan perlindungan lontar dan kamus daring bahasa daerah sebagai produk hasil revitalisasi bahasa di Bali.