Artotel Sanur - Bali Gelar Pameran Seni

Artotel Sanur – Bali Gelar Pameran Seni, Kolaborasi Seniman Yogyakarta dan Bali

SANUR, fokusbali.com – ARTOTEL Sanur – Bali kembali menggelar pameran seni terbaru yang melibatkan tiga seniman muda berbakat dari Yogyakarta dan Bali.

Pameran kali ini bertajuk The Wounds That No One Can See (Luka-luka Yang Tak Dapat Dilihat Siapa Pun) melibatkan Eka Sudarma Putra (Bali), Herman Priyono (Yogyakarta), dan Surya Subratha (Bali), dan akan diselenggarakan selama 2 bulan dari 9 September – 9 November 2022.

 Agus Ade Surya Wirawan, selaku General Manager ARTOTEL Sanur – Bali mengatakan, suatu kehormatan bagi ARTOTEL Sanur untuk dapat bekerja sama dengan seniman Yogyakarta dan Bali lewat kesamaan yang melibatkan garis, dan juga bermain dalam zona hitam dan putih.

“Kami berharap pameran The Wounds That No One Can See ini dapat dinikmati oleh semua kalangan pencita seni kontemporer Indonesia di Bali dan khususnya tamu ARTOTEL Sanur – Bali. Pameran ini dapat dikunjungi dari 9 September – 9 November selama 24 jam setiap hari di Artspace ARTOTEL Sanur,” paparnya.

The Wounds That No One Can See merupakan pameran yang muncul dari percakapan erat dan personal setiap seniman yang terlibat.

BACA JUGA:   ARTOTEL Group Ikuti Kegiatan Earth Hour 2023, “Ini Aksiku 1 Jam Untuk Bumi”

Dengan kesamaan melibatkan garis, bermain dalam zona hitam dan putih, ketiga seniman menyambungkan perasaan serta isi pikiran mereka melewati pengalaman-pengalaman yang belum pernah mereka utarakan sebelumnya dalam sebuah pameran atau ruang publik.

Simbol – simbol yang bertebaran dalam karya-karya mereka menjadi tanda dan juga arti yang indah jika didiskusikan dengan para senimannya. The Wounds That No Once Can See menjadi jembatan para seniman untuk dapat terhubung dan berkomunikasi dengan para penikmat seni, begitu pula sebaliknya.

Eka Sudarma Putra dikenal memiliki garis tebal yang tegas dan bermain melalui tekstur yang bisa di jumpai pada karya-karyanya.

Ia merupakan salah satu seniman yang sedang naik daun dan mendobrak ruang seni baru di Bali. Karya yang ditampilkan kali ini banyak mengambil adegan keseharian desa Sanur. Mulai dari pantai Mertasari hingga salah satu pura penting yang tidak jauh dari lokasi ARTOTEL Sanur.

Dari Yogyakarta, sosok Herman Priyono tidak terlihat seperti karya-karyanya yang romantis sekaligus tragis.

BACA JUGA:   UHA Gelar Anniversary ke-18, Bawa Pariwisata Ubud Bersinar dan Berjaya

Luka dalam yang ia tampilkan dalam karya-karya penuh arti dan dekat dengan kekaguman dan penghormatannya kepada perempuan. Kali ini Herman khusus membuat karya dengan charcoal dan media kertas yang akhir-akhir ini sedang ia geluti, ia juga menjelaskan bahwa garis charcoal begitu jujur dan lugas.

Herman menghabiskan waktu enam bulan untuk merampungkan karya yang ditampilkan. Salah satu karya Herman yang berjudul Heart of The Sea yang terlukis sebuah kepala wanita dalam bentuk lautan, ia ingin menyimbolkan betapa dalamnya hati seorang wanita melebihi dalamnya lautan.

Uniknya, Herman biasanya menampilkan karyanya dalam bentuk detail-detail dan besar, kini ia juga menyertakan 3 karya baru dalam ukuran kecil yang terapeutik.

Surya Subratha menghabiskan kegiatan berkeseniannya antara Bali dan Yogyakarta, Surya melihat luka dalam bentuk sebuah pencarian. Dalam pameran kali ini, ia menampilkan 4 karya yang berhubungan satu sama lain, sebuah media komunikasi yang terikat dengan simbol-simbol yang menyenangkan.

Karya-karya yang terlihat dalam detailnya sangat begitu riang dan bergembira, bahkan Surya sering disebut sebagai Smiley Artist, seniman yang selalu tersenyum. Kali ini Ia ingin menceritakan tentang pencarian sebuah Lingga-Yoni, sebuah ide yang ia temukan saat mencari Lingga-Yoni di seputaran candi di Yogyakarta hingga sebuah Lingga yang Yoninya hilang di Pejeng, Bali.

BACA JUGA:   Artotel Sanur Luncurkan Promo Eksklusif Bulan Ramadhan

Pembukaan pameran The Wounds That No One Can See juga menampilkan seniman tari Ayu Anantha Putri yang merespon karya-karya dari ketiga seniman ini.

Ayu Anantha adalah salah satu pendiri dari sanggar tari Kerta Art di Ubud, ia mengolah emosi luka dalam tarian yang melibatkan para undangan dan seniman untuk menggerakkan tariannya. Memperlihatkan bahwa, luka yang tidak dapat dilihat, sesungguhnya melibatkan banyak emosi dari berbagai energi yang menerimanya.

Komentar